Sejarah Masjid Aya Sophia
aya sophia Cemetery
Hagia Sophia cemetery is part of the aya sophia complex. It has graves for five Ottoman Sultans who ruled the Ottoman Empire during the 16th and 17th centuries: Muhammad III, Selim II, Murad III, Ibrahim I, and Mustafa I, as well as some of their children. The cemetery has an impressive architecture ottoman style, with attractive calligraphy in Arabic.
Hagia Sophia History: Information about Hagia Sophia
Located on the European side of Istanbul, Aya Sofya Mosque is one of the most prominent symbols of the Constantinople Conquest (Istanbul) by the Ottoman Sultan, Mehmed Fatih, on 29th May 1453, after it remained insurmountable to the Islamic conquests for several centuries.
Aya Sofia or aya sophia , which was converted from a church into a mosque after Constantinople Conquest, is one of the world’s most famous artistic and architectural monuments and most-visited museums.
Seen as “the 8th wonder of the world” by historians, this majestic edifice was built in 537. It is an impressive monument, located in the Sultan Ahmed District, used for 481 as a mosque before it was converted to a museum in 1934.
Historically speaking, the 2020 year was a turning point in the monument’s history when the Turkish Supreme Administrative Court overturned the cabinet decision issued in 1934, reopened Aya Sofia for worship and prayer, and transferred its affiliation from the Ministry of Culture and Tourism to the Presidency of Religious Affairs.
Hagia Sophia Cathedral
Hagia Sophia was built during the Eastern Roman Empire (395 – 1453) in its capital, Byzantine (Istanbul), before it was destroyed by the Roman Emperor Septimius Severus. The church was rebuilt again during the reign of the Roman Emperor Constantine II in 360, called Hagia Sophia (Holy Wisdom).
However, it was destroyed for the second time after 44 years in a rebellion by the city’s dwellers due to the erection of a silver statue of Evdokia, the Eastern Roman Emperor Arcadius’ wife, in front of the Hagia Sophia.
Hagia Sophia was rebuilt in 415 during the reign of Emperor Theodosius II, ruled after Arcadius. It was the biggest church in the Byzantine till 532 when burnt and destroyed in the “Nica Rebellion” during the reign of Justinian I.
After 39 days of the Nika Rebellion, Emperor Justinian (Justinian I) started rebuilding Hagia Sophia, which took five years to be completed in 537.
About 100 architects took part in the construction work, supervised by two senior architects. Every architect worked with 100 workers. The building was rebuilt in a short time, five years and ten months, using bricks instead of wood as stones are resistant to fire and weather conditions.
Justinian asked the governors and kings under his rule to send the finest types of marble to reconstruct Hagia Sophia again. Governors and kings hastened to send the best marble columns, iron bars, and windows, removed from temples, baths, and palaces from all over the empire and secured sending them to Istanbul.
The Persian style was followed in building hagia sufia , using the “elephant’s legs” style. Limestones and bricks were used to make the walls, while bricks made from Rhodes Island’s soil, known for their lightweight, were used to make the dome. The interior decorations were as impressive as its dome.
The opening ceremony was held on 27th December 537, with the participation of Emperor Justinian I.
Hagia Sophia could not maintain its original architectural shape due to the ongoing reconstructions and restorations against the backdrop of natural disasters and wars in the region.
The conquest of Constantinople (Istanbul now) and converting Hagia Sophia into a mosque is the most famous and prominent event in Turkish Islamic history.
After a long siege, Sultan Mehmed Fatih managed to conquer the city on 29th May 1453, headed to Aya Sofia, planted his flag there as a symbol of victory, and threw an arrow towards the dome.
That is how he recorded the conquest. He walked towards one of the temple’s corners, prostrated, and offered prayer, turning this place from a church into a mosque.
Four cylindrical-shaped minarets with Ottoman style were added, and huge paintings with the beautiful names of God, the prophet’s name (Peace be upon him), and Muslim Caliphs’ names were placed in Arabic.
According to official Turkish sources, by conquering Istanbul, Mehmed Fatih received the title of Roman Emperor; consequently, he became the owner of properties registered for the Byzantine family in accordance with this law. Hagia Sophia was registered for Sultan Mehmed Fatih and his endowment. In addition, an official copy of the title deed was issued in Turkish during the reign of the Turkish Republic.
Hagia Sophia Museum
Mustafa Kemal Ataturk, the first president of the Turkish Republic, turned Hagia Sophia into a museum in 1934, making it a destination for millions of tourists who visit it to enjoy the beauty of the mixture of Islamic and Christian decorations and ornaments.
Perubahan lain yang dilakukan pada Hagia Sophia sebagai masjid adalah:
1. Pembangunan mihrab yang semula tidak ada
2. Penambahan dua lampu perak di tiap sisi mihrab yang dilakukan Kaisar Ottoman Kanuni Sultan Suleyman
3. Penambahan dua kubus marmer dari wilayah Bergama, sebuah kota di Turki, yang dilakukan Sultan Murad III
4. Pembangunan empat menara yang digunakan saat adzan
5. Struktur Hunkâr Mahfili, sebuah kompartemen yang digunakan penguasa untuk ibadah diganti dengan ruang lain dekat mihrab. Renovasi besar ini dilakukan Sultan Abdülmecid yang menunjuk arsitek Fossati bersaudara asal Swiss.
Dengan wujud yang baru, Hagia Sophia melanjutkan perannya menjadi saksi perkembangan banga Turki dan dunia internasional. Di masa modern inilah Haghia menjalani peran sebagai museum dan kembali jadi masjid
1935: Di bawah pengaruh Presiden Kemal Ataturk, Hagia Sophia menjadi museum dan dilaporkan menarik minat sekitar tiga juta wisatawan tiap tahun. Karena sejarah dan keunikan, Hagia Sophia ditetapkan pula sebagai Warisan Dunia UNESCO pada 1985.
2013: Isu mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid mulai hadir dengan sebagian masyarakat mulai mengakui peran penting Dinasti Ottoman
2020: Setelah tujuh tahun, masyarakat Turki dan internasional akan menyaksikan kembali Hagia Sophia menjadi masjid dengan ibadah pertama rencananya dilakukan pada 27 Juli 2020
Tonton juga 'Kontroversi Hagia Sophia, Warisan Dunia yang Jadi Masjid':
[Gambas:Video 20detik]
tirto.id - Kontroversi akibat putusan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid masih terus bergaung. Alih fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid memantik polemik di dunia internasional.
Sebagian negara yang mayoritas berpenduduk muslim mendukung keputusan otoritas Turki untuk mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Sejumlah organisasi muslim, seperti Uni Magrib Arab (The Magrib Arab Union), organisasi Ikhwanul Muslimin, juga dengan bersemangat mendukung langkah rezim Presiden Erdogan itu.
Pihak-pihak itu menyebut momen tersebut sebagai "langkah sejarah" atau "peristiwa bersejarah" dalam Islam, demikian dikutip kantor berita Turki, Anadolu Agency.
Di sisi lain, sebagaimana dilansir dari Reuters, kritik atas keputusan itu juga tak kalah banyaknya dari petinggi negara dan pemimpin agama dunia. Bahkan, Paus Fransiskus mengaku sangat sedih atas perubahan status Hagia Sophia.
Polemik tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang Hagia Sophia yang telah melewati masa lebih dari 1,5 milenium.
Selama 15 abad terakhir, Hagia Sophia menjadi saksi bisu sejarah berlangsungnya transisi rezim yang menguasai Konstantinopel (kini Istanbul), mulai dari pagan, Kekaisaran Byzantium penganut Katolik Ortodoks, Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah) sampai era Turki modern.
Secara garis besar, sejarah panjang Hagia Sophia dapat dipilah menjadi empat fase. Pada empat fase itu, alih fungsi Hagia Sophia terjadi bergantung pada siapa rezim yang berkuasa di Istanbul.
Hagia Sophia pada Era Kekaisaran Bizantium
Dalam bahasa Turki, Hagia Sophia disebut Ayasofya, dan di bahasa Latin: Sancta Sophia. Hagia Sophia juga pernah dikenal sebagai Gereja Kebijaksanaan Suci (Church of the Holy Wisdom) dan Gereja Kebijaksanaan Ilahi (Church of the Divine Wisdom).
Menurut ensiklopedia Britannica, bangunan Hagia Sophia pertama kali didirikan di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada 325 Masehi, atas perintah Kaisar Konstantinus I.
Putranya, Konstantius II, lalu menjadikan bangunan ini sebagai gereja Ortodoks pada 360 masehi. Hagia Sophia kemudian menjadi gereja tempat para penguasa dimahkotai dan menjadi katedral paling besar yang beroperasi sepanjang periode Kekaisaran Bizantium.
Hagia Sophia sekaligus menjadi saksi sekaligus korban pusaran konflik di tengah pelbagai kejadian yang menerpa Kekaisaran Bizantium. Hagia Sophia juga pernah direparasi secara besar-besaran beberapa kali pada era ini.
Sebagaimana dilansir dari History, Hagia Sophia semula hanyalah bangunan beratap kayu dan tak semegah yang sekarang.
Pada tahun 404 masehi, Hagia Sophia sempat terbakar akibat kerusuhan karena konflik politik di kalangan keluarga Kaisar Arkadios yang kemudian menjadi penguasa Bizantium pada 395-408 masehi.
Selepas Arkadios mangkat, penerusnya, Kaisar Theodosis II membangun struktur kedua di Hagia Sophia. Di bangunan ini, ditambahkan lima nave dan jalan masuk khas gereja dengan atap terbuat dari kayu.
Lalu, sebagaimana dicatat Encyclopedia Britannica, pembangunan gereja Hagia Sophia berlanjut di masa kekuasaan Justinan I (532 M). Perbaikan dilakukan karena Hagia Sophia rusak akibat rusuh yang terjadi saat revolusi Nikka.
Setelah kerusuhan yang melanda Konstantinopel itu, Justinian I memerintahkan arsitek terkenal pada masanya, Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), untuk mendirikan ulang bangunan Hagia Sophia. Pada masa Kaisar Justinian I inilah yang paling masyhur diakui sebagai fondasi awal dari bangunan Hagia Sophia yang sekarang demikian terkenal.
Kubah yang menaungi Hagia Sophia juga diklaim sebagai kubah bangunan terbesar kedua selepas Gereja Pantheon di Roma. Bangunan ini dianggap warisan arsitektur terpenting dari era Bizantium dan merupakan bagian dari monumen warisan dunia.
Hagia Sophia pada Era Kesultanan Ottoman
Pada 1453, era Kekaisaran Bizantium berakhir karena ditaklukkan oleh Sultan Mehmet/Mehmed II dari Kekaisaran Ottoman. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel, status Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.
Nama Hagia Sophia masih dipertahankan oleh Sultan Mehmed II. Sebagaimana arti kata sophia dalam bahasa Yunani adalah kebijaksanaan, maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan. Sultan Mehmed II mempertahankan kesucian Hagia Sophia dan hanya mengubah status fungsinya dari gereja menjadi tempat ibadah umat Islam.
Salah satu alasan Sultan Mehmed II: "Tuhan yang disembah umat Kristen dan Islam adalah Tuhan yang sama," tulis Robert Mark dan Ahmet S. Cakmak yang dikutip dari Diegesis di Hagia Sophia from the Age of Justinian to the Present (1992: 201).
Saat berubah menjadi masjid di era Mehmed II, banyak mosaik dan lukisan bercorak Kristen, yang menghiasai bangunan Hagia Sophia, ditutupi dan diplester. Seniman kaligrafi terkenal pada masa itu, Kazasker Mustafa İzzet, kemudian mengguratkan tulisan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, empat khalifah pertama, dan dua cucu Rasulullah SAW, di beberapa bagian interior Hagia Sophia.
Pada masa Kesultanan Ottoman, struktur bangunan Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam. Misalnya, mihrab yang kemudian dibangun, hingga pendirian empat menara yang digunakan untuk melantunkan Adzan. Bangunan seperti madrasah, perpustakaan hingga dapur umum juga melengkapi Hagia Sophia pada masa Ottoman.
Pada era Kekaisaran Ottoman, bangunan Hagia Sophia sempat difungsikan menjadi masjid selama 482 tahun.
Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Kemal Ataturk
Selepas Kekaisaran Ottoman bubar dan Turki menjadi negara republik, Hagia Sophia pun kembali beralih fungsi. Pendiri dan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum.
Setelah Hagia Sophia menjadi museum, dilakukan restorasi mosaik-mosaik kuno di bangunan ini dan plester penutupnya dibuka. Lantas, selepas plester ornamennya dibuka, tampaklah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus, yang ternyata berjejer dengan kaligrafi Allah dan Muhammad SAW.
Hagia Sophia kemudian diakui sebagai salah satu dari situs Warisan Dunia UNESCO yang disebut Area Bersejarah Istanbul, sejak tahun 1985.
Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Erdogan
Jalan panjang Hagia Sophia saat ini memutar lagi. Karena putusan pengadilan administrasi utama Turki, status Hagia Sophia sebagai museum dicabut pada 10 Juli 2020.
Pada masa pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini, Hagia Sophia diubah status fungsinya kembali menjadi masjid.
Perubahan ini menuai kontroversi. Saking kontroversialnya, Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis dari Yunani menuding keputusan itu sebagai penghinaan terhadap karakter ekumenis dari Hagia Sophia.
Sementara itu, UNESCO memberi peringatan bahwa perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau oleh komite badan PBB tersebut. Oleh karena Hagia Sophia sejak 1985 dianggap bagian dari Situs Warisan Dunia, pengubahan status bangunan ini harus diberitahukan terlebih dahulu dan melalui proses peninjauan UNESCO.
"Penting untuk menghindari keputusan apa pun sebelum berunding dengan UNESCO, yang akan memengaruhi akses fisik ke situs, struktur bangunan, properti yang dapat dipindahkan, atau manajemen situs bersejarah," kata Ernesto Ottone, Asisten Direktur UNESCO belum lama ini.
Menurut UNESCO, tindakan-tindakan semacam itu bisa dianggap pelanggaran aturan yang sudah tertera di Konvensi Warisan Dunia 1972.
TEMPO.CO, Jakarta - Umat muslim memadati masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki, untuk mengikuti salat tarawih. Masjid yang cukup ikonik ini dipakai tarawih selama Ramadan. Masjid Hagia Sophia resmi ditetapkan kembali pemerintahan Erdogan sebagai masjid dan tempat ibadah pertama setelah pengadilan administrasi Turki membatalkan kebijakan Mustafa Kemal Ataturk yang mengalihfungsikan Hagia Sophia sebagai museum pada 1934.
Seperti dikutip dari britannica, Hagia Sophia disebut juga Gereja Kebijaksanaan Suci atau Gereja Kebijaksanaan Ilahi. Bangunan ini didirikan sebagai Gereja Kristen pada abad ke-6 M di bawah Kekaisaran Bizantium Justinian I. Bangunan ini mencerminkan perubahan agama yang terjadi di wilayah tersebut selama berabad-abad. Bangunan dengan menara dan prasasti Islam serta mosaik-mosaik Kekristenan yang mewah .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gereja asli Hagia Sophia sebelumnya sudah dibangun pada 325 M di atas fondasi kuil kafir. Kemudian pada 360 Konstantius II menguduskan gereja tersebut. Hagia Sophia sempat dibakar sejak pengusiran St. John Chrysostom pada 404 M. Setelah itu, diperbaiki lagi oleh Kaisar Romawi Constans I dan ditahbiskan kembali oleh Theodosius II pada 415 M .
Gereja itu juga dibakar saat Pemberontakan Nika pada Januari 532 M, lalu selesai dibangun pada 537 M. Struktur Hagia Sophia yang sekarang merupakan peninggalan abad ke-6, meskipun gempa bumi menyebabkan runtuhnya sebagian kubah pada 558 M. Hagia Sophia mengalami pemulihan pada 562 dan pertengahan abad ke-14. Hagia Sophia juga dijarah pada 1204 oleh Venesia dan Tentara Salib pada Perang Salib Keempat.
Hagia Sophia dirubah menjadi masjid setelah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II pada 1453. Setelah itu, ia menambahkan menara kayu untuk adzan, lampu gantung besar, mihrab dan mimbar. Kekaisaran Ottoman membangun menara disamping sisi struktur kubah. Bagian dalam Hagia ditambahi ukiran kaligrafi Arab yang ditempel bersisian dengan ikon kuno Kristiani.
Menukil dari gema.uhamka.ac.id fungsi Hagia Sophia sebagai masjid tersebut bertahan hingga tahun 1934 atau hampir 500 tahun. Hagia Sophia dikonversi menjadi museum saat Mustafa Kemal Ataturk menjadi Presiden pertama Turki pada 1935. Pada 1985, Hagia Sophia telah dimasukkan ke Daftar Warisan Dunia oleh badan PBB UNESCO.
Dalam sejarah keberadaannya, Hagia Sophia sudah kerap berganti status dan fungsi selama 2.553 tahun. Selama 15 abad terakhir, bangunan megah ini mengalami beberapa kali alih fungsi, mulai dari gereja (325 - 1453) dan masjid (1453 - 1935). Setelah itu berubah jadi museum (1935 - 2020), sebelum akhirnya menjadi masjid lagi di bawah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Mengutip dari Antara, sebelumnya bangunan tersebut sempat dibuka untuk umat Muslim, Kristiani, dan warga asing lainnya. Kemudian pada Juni 2020, Pemerintah Turki mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid.
Perubahan ini menjadi simbol revolusi religius Recep Tayyip Erdogan yang telah dilakukan selama lebih dari 10 tahun. Mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi puncak pengembalian ajaran Islam di kehidupan masyarakat Turki yang sebelumnya dikekang pemerintahan sekuler Ataturk.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
REPUBLIKA.CO.ID --- Pada sepanjang 2020 berbagai peristiwa bersejarah telah menjadi perhatian dalam dunia internasional. Salah satunya adalah kembalinya fungsi Masjid Hagia Sophia.
Pengadilan Turki membatalkan dekrit Kabinet 1934, yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum, dan langkah ini membuka jalan untuk digunakan kembali sebagai masjid setelah 85 tahun digunakan sebagai museum.
Pemerintah Turki menetapkan Hagia Sophia kembali menjadi masjid dan tak lagi berstatus sebagai museum pada 10 Juli.
Hagia Sophia pertama kali menjadi masjid oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada 1453 setelah menaklukan Konstantinopel.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan hak pengembalian fungsi Masjid Hagia Sophia adalah hak kedaulatan Turki.
Dia mengatakan pintu Hagia Sophia akan terbuka untuk semua warga Turki, orang asing, Muslim, dan non-Muslim seperti halnya dengan semua masjid lainnya.
Salah satu hal bersejarah dari kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid adalah dilaksanakannya Sholat Jumat.
Pada Jumat (24 Juli 2020), ribuan orang berkumpul sholat pertama sejak Turki mengembalikan fungsi bekas museum ke masjid setelah 86 tahun.
Perwakilan dari banyak negara asing, terutama dari negara-negara Muslim dan Turki, turut mengikuti sholat Jumat di Hagia Sophia.
Perwakilan media yang berkunjung menyiarkan acara langsung dari platform yang disiapkan untuk mereka di Sultanahmet Square tidak jauh dari Hagia Sophia.
Pengguna media sosial dari seluruh dunia juga ikut berbagi pesan mereka tentang pembukaan kembali monumen bersejarah untuk tujuan ibadah dan juga membagikan tagar yang kemudian menjadi trending topic di twitter.
Afrika Selatan adalah salah satu dari negara-negara yang menyiarkan langsung acara tersebut. Di antara saluran Afrika yang menyiarkan acara tersebut adalah ITV, Salaam Media, CII International Radio 786, Voice of the Cape, Radio Islam dan Radio Al-Ansaar.
BACA JUGA: Kritik Atas Hagia Sophia, Banyak Masjid di Eropa Jadi Gereja
sumber : Anadolu/Republika.co.id
Hagia Sophia pertama kali dibangun sebagai gereja katedral oleh dua arsitek terbaik Isidoros dan Anthemios di bawah Kekaisaran Bizantium Kristen pada abad keenam.
Pembangunan Hagia Sophia, yang dimulai pada 532, selesai dalam waktu singkat dalam 5 tahun. Bangunan itu dibuka untuk beribadah dengan upacara besar pada 537.
Hagia Sophia adalah gereja terbesar yang dibangun oleh Kekaisaran Romawi Timur di Istanbul, situs itu dibangun tiga kali di tempat yang sama. Bangunan itu dinamakan Megale Ekklesia (Gereja Hebat) ketika pertama kali dibangun, lalu diubah menjadi Hagia Sophia sejak abad ke-5, yang bermakna kebijaksanaan suci.
Hagia Sophia telah hancur berkali-kali sepanjang sejarah, dan kerusakan terbesar selama serangan Tentara Salib yang ke-4.
Tentara Romawi Barat menjarah banyak barang berharga Hagia Sophia yang suci bagi umat Kristiani Ortodoks saat menduduki kota Istanbul pada 1204. Kota ini baru bisa diselamatkan dari invasi Tentara Salib pada 1261.
Ketika Bizantium mengambil alih lagi kekuasaan pada 1261, Hagia Sophia dalam keadaan hancur. Rakyat Romawi Timur pun bergotong-royong memperbaiki Hagia Sophia yang telah dijarah oleh tentara Roma.
Namun gempa bumi pada 1344 telah menghancurkan struktur lama Hagia Sophia. Karena tak sanggup memperbaiki bangunan itu akibat keadaan ekonomi yang buruk, Bizantium sempat menutup tempat ibadah itu selama beberapa periode.
Nationalgeographic.co.id—Hagia Sophia, yang saat ini secara resmi memiliki nama Masjid Raya Hagia Sophia, adalah situs bersejarah penting yang juga merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO yang berada di distrik Fatih, Provinsi Istanbul, Turki.
Situs tersebut adalah mahakarya abad keenam peninggalan Kekaisaran Bizantium atau Romawi Timur. Saat pertama didirikan, Hagia Sophia dibangun untuk menjadi Katedral Konstantinopel (sekarang Istanbul Turki) bagi Kristen Ortodoks.
Tapi dalam perjalanan sejarahnya, Hagia Sophia telah berulang kali diperebutkan, berulang kali pula berubah fungsi. Mulai dari Kekaisaran Bizantium, Tentara Salib, Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah hingga saat ini dimiliki Turki.
Hagia Sophia memiliki arti "kebijaksanaan suci" dan saat pertama kali dibangun, monumen tersebut adalah katedral terbesar di dunia.
“Dimensi Hagia Sophia luar biasa untuk struktur apa pun yang tidak terbuat dari baja,” tulis Helen Gardner dan Fred Kleiner dalam buku mereka "Gardner's Art Through the Ages: A Global History."
“Rencananya panjangnya sekitar 270 kaki (82 meter) dan lebar 240 kaki (73 meter). Kubah itu berdiameter 108 kaki (33 meter) dan puncaknya menjulang sekitar 55 meter."
Dengan usianya yang sekitar 1.400 tahun itu, Hagia Sophia telah berfungsi sebagai katedral, masjid, museum dan sekarang kembali menjadi masjid.
Ketika pertama kali dibangun, Konstantinopel adalah ibu kota Kekaisaran Bizantium yang awalnya merupakan bagian timur Kekaisaran Romawi, tapi berlanjut setelah jatuhnya Roma. Kekaisaran ini, secara resmi adalah Kristen Ortodoks.
Babak lain dalam kehidupan Hagia Sophia dimulai pada 1453. Pada tahun itu Kekaisaran Bizantium berakhir, dengan Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Mehmed II, sultan Kekaisaran Ottoman yang dikenal dengan Muhammad al Fatih.
Hagia Sophia memiliki sejarah panjang mulai dari Bizantium, Kekaisaran Latin hingga Kekaisaran Ottoman.
"Kekaisaran Bizantium telah mengalami kemunduran selama berabad-abad dan pada tahun 1453 Hagia Sophia telah rusak," catat peneliti Elisabeth Piltz dalam buku seri British Archaeological Reports tahun 2005.
Namun demikian, katedral Kristen Ortodoks itu telah memberi kesan kuat pada penguasa Ottoman yang baru, Sultan Muhammad Al Fatih dan mereka memutuskan untuk mengubahnya menjadi masjid.
“Seorang ahli yang sempurna telah menampilkan seluruh ilmu arsitektur,” tulis sejarawan Ottoman Tursun Beg pada abad ke-15.
Sementara itu, Prof Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah" menulis, saat Sultan Muhammad Al Fatih menaklukkan konstatinopel ada banyak penduduk yang berlindung di dalam katedral Hagia Sophia.
Setelah berkeliling, sultan menuju ke Hagia Sophia dan bertemu banyak masyarakat, bersama rahib dan pendeta yang bersembunyi ketakutan.
Sultan lantas meminta salah seorang pendeta untuk menenangkan masyarakat di dalam gereja dan meminta mereka untuk pulang ke rumah. Sultan juga menjamin keamanan dan keselamatan mereka, sehingga masyarakat menjadi tenang.
Sikap sultan yang toleran membuat masyarakat yang bersembunyi di Hagia Sophia mulai tenang dan bahkan mereka pun menyatakan diri masuk Islam. Setelah itulah sultan kemudian memerintahkan untuk segera mengubah Hagia Sophia menjadi masjid agar mereka bisa salat Jum'at di sana.
Hagia Sophia menjadi milik pribadi sultan Ottoman dan memiliki tempat khusus di antara masjid-masjid Konstantinopel. Tidak ada perubahan yang dapat dilakukan tanpa persetujuan sultan, termasuk penghancuran mosaik-mosaik tersebut.
Setelah memutuskan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, sultan memerintahkan renovasi besar-besaran. "Di luar katedral, empat menara kemudian ditambahkan, empat menara berbentuk pensil ramping yang tingginya lebih dari 200 kaki (60 meter) dan di antara yang tertinggi yang pernah dibangun," tulis Kleiner.
Perubahan juga terjadi di bagian dalam. Piltz menulis bahwa "setelah penaklukan Ottoman, mozaik kristen Ortodoks disembunyikan di bawah cat kuning kecuali Theotokos (Perawan Maria dengan anak) di apse."
Apse adalah ceruk setengah lingkaran atau poligonal besar di gereja. Selain itu, "Monogram dari empat khalifah diletakkan di pilar yang mengapit apse dan pintu masuk nave (bagian tengah katedral)."
Setelah mozaik Kristen Ortodoks ditutupi, Sultan kemudian menggantinya dengan kaligrafi Islam di seluruh bagian dalam. Sementara di luar, ia menambahkan 4 menara yang merupakan ciri tradisional Masjid.
Baca Juga: Goresan Sejarah Hagia Sophia, Satu Kubah yang Menaungi Tiga Agama
Baca Juga: Hagia Sophia, Wajah Harmoni Peradaban Umat Manusia dalam Budaya Turki
Baca Juga: Harem Sultan Penebar TBC yang Menghancurkan Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Tari Darwis, Seni Indah para Sufi yang Populer di Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Simalakama Kekaisaran Ottoman Menjinakkan Vlad Dracula 'Sang Penyula'
Setelah itu, Hagia Sophia, khususnya kubahnya, kemudian mempengaruhi arsitektur Ottoman, terutama dalam pembangunan Masjid Biru, yang dibangun di Istanbul pada abad ke-17.
Tapi, pada tahun 1934, Mustafa Kemal Ataturk yang berhasil menggulingkan Kesultanan Utsmaniyah, menghancurkan sistem khilafah Turki dan menghilangkan simbol-simbol Islam, termasuk mensekulerkan Hagia Sophia dan mengubahnya menjadi museum.
Tapi sejak tahun 2005, sejumlah petisi muncul untuk mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid. Petisi mengatakan, bahwa Hagia Sophia adalah milik Pribadi Sultan Mehmed II atau Muhammad Al Fatih yang pada tahun 1453 merebut Istanbul.
Pada 11 Juli 2020, pengadilan Turki menganulir dekrit 1934 yang diprakarsai Attaturk. Setelah putusan itu, Presiden Recep Tayyip Erdogan menandatangani keputusan presiden untuk mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid.
Penelitian, perbaikan, dan restorasi berlanjut hingga hari ini dan Hagia Sophia sekarang menjadi situs penting untuk pariwisata di Istanbul. Ini adalah tempat yang telah menjadi bagian dari jalinan budaya kota baik di zaman kuno maupun modern.
Gel Duri Landak Berpotensi Sembuhkan Luka: Termasuk Luka akibat Tertusuk Duri?
Hagia Sophia menjadi masjid
Sultan Mehmed II segera memberi perintah untuk rekonstruksi kota. Pekerjaan pertama adalah mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. Alih-alih menghancurkan seluruh ikon Kekristenan sebelumnya, Sultan Mehmed memerintahkan dekorasi baru pada detailnya dan membuatnya tampak seperti masjid yang indah.
Ketika salat Jum'at pertama diadakan di Hagia Sophia, Mehmed II membacakan khotbahnya sendiri dan gurunya, Akshamsaddin, yang menjadi imam salat.
Mehmed mengundang arsitek dan mandor konstruksi dari Anatolia dan Balkan untuk membangun kembali seluruh kota, dari pembangunan saluran air hingga perbaikan jalan. Dia menghidupkan lembaga seni yang dia dirikan bernama "Nakkahane-i Rum" sambil mendekorasi kota. Dia mengundang seniman tidak hanya dari dunia timur tetapi juga dari Barat. Dia mengundang seniman dari semua negara, terutama Italia.
Setelah penaklukan, sultan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membangun Istanbul dan membangun yayasan untuk merawat Hagia Sophia.
Semua harta benda yang diperoleh sultan saat rampasan perang dihitung satu per satu dan pendapatan mereka disumbangkan ke yayasan untuk membangun banyak artefak di Istanbul, terutama Hagia Sophia.
Interior bangunan Hagia Sophia, di Istanbul, Turki, 10 Juli 2020. Banguna berusia sekitar 1.500 tahun itu termasuk dalam daftar Situs Warisan Dunia sebagai museum. Xinhua/Osman Orsal
How to Get to Hagia Sophia?
Hagia Sophia is located in the Sultan Ahmed district, easily reached by the tramway. Visitors can get by tramway and head towards Sultan Ahmed station; the mosque is a 5-minute walk from the station. Or they can use any taxi to get there.
Penaklukan Konstantinopel
Pengepungan Kontaninopel berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Para pasha meminta izin kepada sultan untuk menjarah. Sultan memberi izin, tetapi hanya setelah mengajukan tawaran terakhir kepada Kaisar Byzantium Konstantin untuk menyerah, dilansir dari Daily Sabah, 17 Juli 2020.
Akhirnya, pada 29 Mei, kota itu jatuh. Mereka yang memiliki kesempatan, segera melarikan diri. Kaisar Byzantium meninggal saat mempertahankan kota dalam kekacauan ini. Orang-orang bergegas ke Hagia Sophia dengan rasa takut dan panik. Ribuan orang berlindung di basilika besar ini.
Setelah perlawanan Konstantinopel benar-benar hancur, tentara Ustmaniyah diperintahkan untuk tidak membunuh mereka yang tidak melawan dengan senjata.
Ketika Sultan Mehmed memasuki kota dari Topkapi, ia diberi gelar "sang Penakluk". Desas-desus yang beredar menyebut Hagia Sophia adalah bangunan pertama yang ia kunjungi setelah memasuki kota. Di sini, ribuan orang mengawasinya dengan cemas, beberapa dari mereka menangis, memohon, dan bersujud.
Sultan mengundang orang banyak untuk mendengarkan dan memberikan pidato yang indah. Dia mengatakan hidup dan kebebasan mereka aman.
Sultan Mehmed kemudian memberikan penduduk Konstantinopel kewarganegaraan Utsmaniyah gratis. Pemimpin Ortodoks Yunani diberikan status formal dan diberi hak istimewa khusus.
Dia sering mengunjungi Hagia Sophia untuk waktu yang lama. Semua sejarawan mencatat kekaguman Mehmed akan kehebatan struktur Hagia Sophia. Dia membacakan puisi Persia di sini atau, menurut versi lain, ketika dia mengunjungi istana.
Why is aya sophia Controversial? Is It a Church or a Mosque?
There were many calls for reconverting Hagia Sophia into a mosque and a church by Muslims and Christians, respectively. However, the Turkish government decided to turn it back into a mosque building upon Sultan Mehmed Fatih’s decision of converting it into a mosque. It is also said that Sultan Mehmed Fatih bought this church from the Romans with his own money, turned it into a mosque, and endowed it to Muslims.
During a speech on reopening aya sophia to worship as a mosque, the Turkish president, Recep Tayyip Erdogan, emphasized that the Turkish government’s decision to turn the mosque into a museum in the 1930s was a big mistake. “The decision was not only a betrayal for history but also a law violation because Hagia Sophia is not state property, rather a property for the endowment of Sultan Mehmed Fatih,” said Erdogan.
Gempa bumi guncang Hagia Sophia
Sultan Mehmed II mencegah kehancuran Hagia Sophia dan setelah melakukan salat pertamanya, ia mengubahnya menjadi masjid. Mehmed juga memiliki madrasah yang berdampingan dengan bangunan. Dia juga memerintahkan menara pertama yang dibangun pada dua menara di selatan. Menara itu kemudian dipindahkan selama renovasi pada 1574.
Agar Hagia Sophia beroperasi sebagai masjid, Sultan Mehmed II menyumbangkan sebagian besar dari hartanya kepada yayasannya. Semua sultan Ottoman berikutnya juga berkontribusi dengan bangunan tambahan, renovasi, dan dekorasi baru, menurut Daily Sabah.
Struktur Hagia Sophia juga pernah rusak dalam gempa bumi besar di Istanbul. Empat puluh tahun setelah renovasi besar oleh Sultan Mahmud II pada 1809, bangunan harus menjalani renovasi besar lagi. Berbagai macam perbaikan dilakukan oleh arsitek Swiss Gaspare Fossati atas perintah Sultan Abdülmecid antara tahun 1847 dan 1849.
Pada gempa 1894, Hagia Sophia rusak sekali lagi. Keretakan muncul di dindingnya dan permukaan mosaik yang besar rusak ketika plester dilepaskan. Sultan Abdülhamid II memperkuat gedung dengan memperbaiki kerusakan. Kondisi bangunan diperiksa oleh arsitek Raimondo Tommaso D'Aronco dan Kemalettin Bey. Selama periode konstitusional, Henri Prost adalah di antara arsitek Barat yang memeriksa kondisi bangunan Hagia Sophia.